BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tatanan kehidupan masyarakat yang tidak beraturan merupakan dampak atau
akibat dari lemahnya sistem perekonomian yang menjadikan krisis yang
berkepanjangan. Krisis itu terjadi dalam berbagai bidang karena rendahnya
kualitas masyarakatnya, dan kemampuan masyarakatnya. Peningkatan kualitas dalam
masyarakat merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan.
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) merupakan wujud perubahan sistem
(reformasi) pendidikan. Istilah reformasi sendiri dipersamakan dengan revolusi
dalam hal perubahan secara besar-besaran. Hal ini merupakan perombakan dan
sistem pembangunan pendidikan yang lebih didominasi oleh pemerintah. Dimana
pembangunan pendidikan oleh pemerintah memang harus dirombak karena terbukti
kurang efektif, efisien dan produktif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa beberapa karakteristik reformasi dalam bidang tertentu, yaitu dayanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa lalu, keinginan untuk memperbaikinya.
kurang efektif, efisien dan produktif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa beberapa karakteristik reformasi dalam bidang tertentu, yaitu dayanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa lalu, keinginan untuk memperbaikinya.
Sehubungan dengan hal itu, keberhasilan implementasi MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah) dalam desentralisasi pendidikan sedikitnya dilihat dari 3
dimensi yaitu efektivitas, efisiensi, dan produktivitas. Ketiga dimensi
tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi.
Efektivitas, efisiensi, dan produktivitas MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
harus sejak awal ditetapkan agar dapat diketahui dampaknya sejak awal terhadap
pencapaian pendidikan. Dengan demikian, sejak awal dapat diketahui
kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan sementara kelebihan dan
kekuatannya dapat dipertahankan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disajikan
rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara umum?
2.
Apa
saja ruang lingkup efektivitas, efisiensi, produktivitas Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)?
3.
Sejauh mana
penerapan efektivitas, efisiensi dan produktivitasi Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS)?
4.
Apa saja
kekurangan dan kelebihan penerapan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) di realita
lapangan (sekolah)?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka penulisan makalah ini yaitu:
1.
Untuk
mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara umum.
2.
Untuk
mengetahui ruang lingkup efektivitas, efisiensi, produktivitas Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
3.
Untuk
mengetahui penerapan efektivitas, efisiensi dan produktivitasi Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
4.
Untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan penerapan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
di realita lapangan (sekolah).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1. Pengertian MBS
Secara konseptual manajemen berbasis sekolah dapat didefinisikan
sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu
pendidikan, yang mana secara otonomi direncanakan, diorganisasikan,
dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan
sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah. Sesuai dengan konsep
tersebut, manajemen berbasis sekolah itu pada hakekatnya merupakan pemberian
otonomi kepada sekolah untuk secara aktif serta mandiri mengembangkan dan
melakukan berbagai program peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan
sekolah sendiri.
2. Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Bentuk Reformasi Pendidikan
Menimbang UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1
Januari 2001 dan diamandemen UU No. 32 Tahun 2004, wacana desentralisasi
pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang yang didesentralisasikan
ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan
pokok pendidikan, yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisisensi, dan
manajemen dapat terpecahkkan. Berbagai studi tentang desentralisasi pendidikan
menunjukkan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim,
mengandung unsur ketidakpastian, dan berada pada lingkungan yang cepat berubah
tidak bisa dikelola secara sentralistik. Perlunya desentralisasi pendidikan
salah satunya karena pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang selama ini
dikelola secara sentralistik justru menimbilkan banyak masalah. Oleh karena itu
sekolah yang mempunyai karakteristik seperti itu harus disentralisasikan, dan
salah satu model desentralisasi pendidikan adalah MBS.
B.
Efektivitas,
Efisiensi, dan Produktivitas MBS
1.
Efektivitas
MBS
Menurut Mulyasa (2008:82)
menyatakan efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan
tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas bagaimana suatu organisasi
berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan
operasional. Efektivitas MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan semua
tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta
memanfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar utnuk mewujudkan
tujuan sekolah. Efektivitas MBS ini dapat dilihat berdasarkan teori sistem dan
dimensi waktu.
Berdasarkan teori sistem, kriteria efektivitas
harus mencerminkan keseluruhan siklus input-output yaitu harus
mencerminkan hubungan timbal balik antara manajemen berbasis sekolah dan
lingkungan sekitarnya. Sedangkan yang berdasarkan dimensi waktu, efektivitas MBS dapat diamati dalam beberapa
jangkauan yaitu: 1) efisiensi jangka pendek yang berfungsi untuk menunjukkan
hasil kegiatan dalam kurun waktu sekitar satu tahun dengan kriteria kepuasan,
efisisensi, dan produksi; 2) efisiensi jangka menengah dalam waktu sekitar lima
tahun, dengan kriteria perkembangan serta kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan dan perusahaan; dan
3) efisiensi jangka panjang adalah untuk menilai waktu yang akan datang
di atas lima tahun digunakan kriteria kemampuan untuk melangsungakan hidup dan
kemampuan membuat perencanaan strategis bagi kegiatan di masa depan.
Thomas melihat efektivitas
pendidikan dalam kaitannya dengan produktivitas, berdasarkan dengan tiga
dimensi berikut:
a. The administrator production function: meninjau produktivitas sekolah
dari segi keluaran administratif misal layanan
yang dapat diberikan dalam proses pendidikan.
b. The psychologist’s production function: berupa keluaran, perubahan
perilaku peserta didik berdasarkan nilai akademik.
c. The
ecinomic’s production function: produktivitas sekolah ditinjau
dari segi keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan
sekolah.
Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan
pendidikan antara lain dengan, 1) validitas intern yaitu serangkaian tes dan
penilaian yang dirancang untuk mengukur secara pasti ketercapaian sasaran suatu
program pendidikan; dan 2) validitas eksternal yaitu serangkaian tes dan
penilaian yang dirancang untuk mengukur secara pasti perilaku suatu program
pendidikan secara intern telah valid.
Adapun indikator-indikator keefektivitasan dalam setiap tahapannya antara
lain:
a. Indikator
input: karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan, dan materi pendidikan serta
kapasitas manajemen.
b. Indikator
process: administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.
c. Indikator
output: hasil perolehan peserta didik dan dinamika sistem sekolah, prestasi belajar
siswa, dan hasil perilaku/sikap siswa, dll
d. Indikator
outcome: jumlah lulusan ke tingkat berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih
tinggi dan pekerjaan, serta pendapatan.
Efektivitas juga dapat dilihat dari efektivitas kepala sekolah melaksanakan
tugasnya, Sergiovanni mengidentifikasikannya
ke dalam beberapa poin, yaitu:
- produktivitas;
- Efisiensi,
- Kualitas;
- Pertumbuhan;
- Ketidakhadiran;
- Perpindahan;
- Kepuasan kerja guru;
- Kepuasan peserta didik;
- Motivasi;
- Semangat;
- Kepaduan;Keluwesan dan adaptasi;
- Perencanaan dan perumusan tujuan;
- Konsesus tujuan;
- Internalisasi tujuan organisasi;
- Keahlian manajemen dan kepemimpinan;
- Manajemen informasi dan komunikasi;
- kesiagaan;
- Pemanfaatan lingkungan;
- Penilaian oleh pihak luar;
- stabilitas;
- Penyebaran pengaruh;
- Latihan dan pengembangan.
Di samping itu, efektivitas organisasi termasuk organisasi layanan
masyarakat, seperti lembaga pendidikan, dapat dilihat dari beberapa indikator
berikut:
- Efektivitas keseluruhan;
- Kualitas;
- Produktivitas;
- Kesiagaan;
- Efisiensi;
- Laba atau penghasilan;
- Pertumbuhan;
- Pendayagunaan lingkungan;
- Stabilitas;
- Perputaran atau keluar masuknya pekerja;
- Semangat kerja;
- Motivasi;
- Kepuasan;
- Penerimaan tujuan organisasi;
- Keluwesan dan adaptasi;
- Penilaian oleh pihak luar.
Dengan demikian jika dihubungkan
dengan efektivitas MBS, barometer efektivitas dapat dilihat dari kualitas program, ketepatan
penyusunan, kepuasan, keluwesan, dan adaptasi, semangat kerja, motivasi,
ketercapaian tujuan, ketepatan waktu, serta ketepatan pendayagunaan sarana,
prasarana, dan sumber belajar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
sekolah.
2.
Efisiensi
MBS
Di samping perlu dilihat dari segi efektivitasnya, pemberlakuan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) juga harus dianalisis dari segi efisiensi. Efisiensi
merupakan aspek penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya
dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh
terhadap kegiatan manajemen. Jika Efektivitas dilihat dari perbandingan antara
rencana dengan tujuan yang dicapai maka efisiensi lebih ditekankan pada
perbandingan antara input atau sumber daya dengan output. Suatu
kegiatan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan
atau pemakaian sumber dana yang minimal. Efisiensi juga merupakan perbandingan
antara input dan output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan
masukan, biaya serta kesenangan yang dihasilkan.
Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan
efisiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output
pendidikan (pencapaian belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk
memproses/menghasilkan output pendidikan. Efisiensi internal biasanya diukur
dengan biaya-efektivitas. Setiap penilaian biaya efektivitas selalu memerlukan
dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan (input) dan
penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka putus
sekolah). Sedang efisiensi eksternal adalah hubungan antara biaya yang
digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual,
sosial, ekonomik, dan non-ekonomik) yang didapat setelah pada kurun waktu yang
panjang diluar sekolah. Analisis biaya manfaat merupakan alat utama untuk
mengukur efisiensi eksternal.
Efisiensi memiliki kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-sumber
pendidikan yang terbatas secara optimal sehingga memberikan dampak yang optimal
pula. Dikatakan suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan
pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata
secara efisien mampu menyediakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan
akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan (effectiveness)
tidak mengalami hambatan. Dengan demikian, sistem atau program pendidikan yang
efisien ialah yang mampu mendistribusikan sumber-sumber pendidikan secara adil
dan merata agar setiap peserta didik memperoleh kesempatan yang sama untuk
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan tersebut dan mencapai hasil maksimal.
3.
Produktivitas
MBS
Konsep produktivitas pada awalnya dikemukakan oleh
Quesney, seorang ekonom Perancis pada tahun 1776. Oleh karena itu produktivitas
senantiasa dikaitkan dengan kegiatan ekonomi, yakni mencapai hasil yang
sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya atau
dana yang sekecil-kecilnya.
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengn
keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. Seiring dengan bertambahnya waktu,
semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolahpun menjadi semakin
berkembang karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan.
Secara sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur dengan melihat
indeks pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book,
dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang di didik.
Namun, cara ini merupakan cara pengukuran yang sangat kasar terhadap produk
riil kependidikan, bahkan dalam pemikiran sekarang hal ini tidak berarti sama
sekali. Cara ini tidak menceritakan kualitas lulusan program pendiddikan.
Thomas mengemukakan
bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau dari tiga dimensi, yaitu :
a.
Meninjau produktivitas dari segi keluaran administratif,
yaitu seberapa besar dan seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu
proses pendidikan.
b.
Meninjau produktivitas dari segi keluaran perubahan perilaku,
yaitu dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu
gambaran dari prestasi akademik yang telah dicapainya dalam periode tertentu.
c.
Melihat produktivitas sekolah dari keluaran ekonomois
yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah, hal ini
mencakup “harga” layanan yang diberikan (pengorbanan atau cost) dan “perolehan” yang
ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik”.
Dalam mengukur produktivitas pendidikan, termasuk produktivitas MBS sebagai
paradigma baru manejemen pendidikan, dapat digunakan metode dan tehnik yang
berbeda. Sehubungan dengan itu, dalam hal ini dikemukakan kajian yang berkaitan
dengan tenaga kerja kependididkan, guru, dan gaji guru, ahli ekonomi dan
sekolah, serta pendidikan
dan pertumbuhan ekonomi, yang diakhiri dengan analisis produktivitas sekolah.
a.
Tenaga Kerja Kependidikan
Kebutuhan-kebutuhan akan tenaga
kerja dalam konteks ekonomi pendidikan membutuhkan pengetahuan mengenai
kualifikasi kependidikan dan ketrampilan tenaga kerja yang sudah ada.
Seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi, adaptabilitas tenaga kerja yang
sudah ada menjadi suatu hal yang dipertimbangkan. Tingkat pendidikan umum yang
tinggi merupakan suatu prasyarat utama (since qua non) bagi banyak perubahan
yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan. Akhirnya, pandangan dalam konteks ini
hendaknya dilakukan dengan menggunakan pedoman ekonomi umum yang membutuhkan
perencanaan pertumbuhan ekonomi-panjang.
b.
Guru dan Gaji Guru
Kemampuan merupakan sumber yang
paling langka digunakan dalam menentukan aspek kuantitas pendidikan.
Menurut banyak pengamat ekonomi pendidikan, biaya paling besar dalam pendidikan
adalah yang berkenaan dengan waktu dan tenaga peserta didik.
Masalah urgen yang perlu dianalisis
dalam hal ini adalah sistem gaji guru. Studi tentang sistem gaji guru
dibatasi tidak hanya pada pendapatan guru, tetapi juga menyangkut bayaran
pensiun, bayaran
untuk berlibur, dan lain-lain. Dalam batas-batas absolut dapat dikatakan bahwa
sistem penggajian guru sudah lebih baik dari sebelumnya karena lebih banyak
aspek yang tengah dipertimbangkan.
Jika dikaji dari segi, mengajar
adalah sebuah profesi maka distribusi sistem penggajian guru adalah sempit, dan
bahkan ada yang menganggap bahwa sistem penggajian guru mengalami kemunduran.
Sistem gaji guru hendaknya dipandang
dengan menggunakan kacamata konvensi-konvensi sosial, periode lamanya harus
dijadikan pertimbangan dalam menentukan gajinya. Sistem penggajian guru
seharusnya tidak dilakukan secara kaku tetapi dilakukan dengan fleksibel.
c.
Ahli Ekonomi dan Sekolah
Pesatnya perubahan yang
terjadi dalam masyaratkat mengakibatkan para ahli
ekonomi cenderung berpikir untuk jangka panjang. Mereka tidak menggunakan
pandangan yang statis, tetapi juga melihat jauh ke depan dan lebih realistis.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu di analisis
tentang “bahan mentah” untuk menyelenggarakan pendidikan. Hal lain yang tidak
kalah penting adalah mempertimbangkan kurikulum dalam berbagai jenjang
pendidikan dan dikaitkan dengan pemikiran tentang struktur pendidikan.
Sehubungan dengan hal tesebut, Pool
of Ability sebenarnya sudah dipandang sebagai suatu konsep penting dalam upaya
pembaharuan pendidikan. Lebih jauh lagi Pool of Ability perlu dikaji sebagai
cara lain menimbang kemampuan manusia. Hasilnya tentu saja dipengaruhi oleh
pengajaran yang baik atau buruk, lingkungan
pengajaran, faktor-faktor temperamental, dan kecocokan emosional. Dengan
demikian hasil pengukuran tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
menentukan potensi pendidikan. Suatu sistem
pendididkan harus dinilai kembali secara kontinyu, dengan
tujuan melihat
relevansidan efisiensi pengajaran yang diselenggarakan di
sekolah.
d.
Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pemikiran tentang ekonomi pendidikan
tidak bisa dilepaskan dari kedudukan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Pendidikan diharapkan dapat memainkan peranan penting dan secara langsung
diharapkan dapat membantu perekonomian negara. Di negara-negara miskin, masalah
pendidikan itu berentang mulai dari masyarakat yang tingkat peradapannya
kompleks dan kuno hingga masyarakat primitif. Di negara-negara dengan
tingkat pendapatan rendah dan tingkat konservatismenya tinggi, upaya menemukan
alat untuk meningkatkan peradapan terhambat.
Rencana pendidikan seharusnya
dipandang sebagai bagian dari program ekonomi umum untuk meningkatkan kehidupan
ekonomi masyarakat. Ada dua alasan untuk hal tersebut, pertama karena
pendidikan harus membenarkan klaim pada sumber-sumber nasional dalam
kompetisinya dengan layanan-layanan sosial, seperti layanan kesehatan
masyarakat dan investasi dalam modal fisik. Kedua, pengalaman telah menunjukkan
bahwa pertumbuhan yang berimbang memerlukan suatu integrasi seluruh aspek
kehidupan ekonomi dan sosial. Untuk itu pendidikan pada umumnya dipandang
memiliki tiga peranan yang utama, (1) menyediakan tenaga kerja dan teknisi
terampil, (2) menghasilakan suatu iklim
pertumbuhan melalui peningkatan kemampuan
berpikir masyarakat luar kebutuhan dan kesulitan mereka sehari-hari, (3) untuk
mengajarkan kemampuan pendidikan dasar kepada anak-anak yang berasal dari
keluarga petani pedesaan.
Pendidikan merupakan suatu senjata
yang sangat potensial baik untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun untuk
kemajuan masyarakat pada umumnya. Karena itu, tujuan-tujuan pendidikan harus
dirancang dengan cermat, namun tetap berkaitan secara erat dengan
bagian-bagian lain dari program pembangunan masyarakat, agar
penyelenggaraan pendidikan bisa lebih murah secara financial demikian pula
dengan sumber-sumbernya.
Jika faktor produktivitas
diatas dihubungkan dengan MBS, dapat dikemukakan bahwa karakteristik umum sekolah
yang produktif dapat dilihat dari bentuk dan sifat organisasi sekolah tersebut.
Hal tersebut antara lain berupa peningkatan jumlah dan kualitas
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.
Untuk mendorong sekolah yang produktif perlu diperhatikan berbagai faktor yang
memiliki pengaruh terhadap tinggi rendahnya produktivitas, seperti moral, etika
kerja, motivasi, jaminan sosial, sikap, disiplin, kesehatan, kesempatan
berprestasi, lingkungan dan suasana kerja teknologi, kebijakan pemerintah dan
besarnya pendapatan, serta sarana produksi. Faktor-faktor tersebut harus
senantiasa diperhatikan dalam MBS untuk menghasilkan sekolah yang produktif,
efektif, dan efisien.
C. Penerapan efektivitas, efisiensi dan produktivitasi MBS
Penerapan MBS dalam sistem yang pemerintahan yang
masih cenderung terpusat tentulah akan banyak pengaruhnya. Perlu diingatkan
bahwa penerapan MBS akan sangat sulit jika para pejabat pusat dan daerah masih
bertahan untuk menggenggam sendiri kewenangan yang seharusnya didelegasikan ke
sekolah. Bagi para pejabat yang haus kekuasaan seperti itu, MBS adalah ancaman
besar.
Dengan maraknya perintisan sekolah-sekolah
unggulan dan terpadu merupakan salah satu bentuk aktualisasi penerapan MBS.
Terlebih sekolah unggulan dan terpadu ini menampilkan sajian kurikulum yang
menarik, efektif, efisien, dan sangat produktif dalam menunjang proses belajar
bagi peserta didik. Dengan penerapan fullday schooling, para siswa diberikan
fasilitas yang lebih dari biasanya diberikan di sekolah-sekolah negeri/konfensional.
Dengan demikian perkembangan sekolah-sekolah Islam terpadu/unggulan dapat
menjadi salah satu contoh sekolah yang telah menggunakan manajemen berbasis
sekolah yang baik sesuai dengan kurikulum sendiri yang dipadupadankan dengan
kurikulum Nasional.
D. Kekurangan dan Kelebihan Penerapan MBS di Sekolah
Ada beberapa kekurangan dan kelebihan dalam MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah) disekolah diantaranya yaitu:
1.
Kekurangan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di Sekolah
Beberapa kekurangan/hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak
berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut:
a.
Tidak
Berminat Untuk Terlibat.
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang
sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan
yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih
banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan
anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi
yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak
semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin
menyediakan waktunya untuk urusan itu.
b.
Tidak
Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya
menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara
yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan
memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain diluar itu.
c.
Pikiran
Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar
akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan
saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan
anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat
dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit
“pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan
besar tidak lagi realistis.
d.
Memerlukan
Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau
belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka
kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat
MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi,
dan sebagainya.
e.
Kebingungan
Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan
iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan
tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak
kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu
untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
f.
Kesulitan
Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam
mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan
yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan
besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
2.
Kelebihan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di Sekolah
Menurut American Association
of School Administrators (AASA), Asosiasi Nasional Kepala Sekolah Dasar (NAESP),
National Association of Secondary School Principals (NASSP), dan sumber-sumber
lain, manajemen berbasis sekolah dapat:
a.
Memungkinkan
individu-individu yang kompeten di sekolah untuk membuat keputusan yang akan
meningkatkan pembelajaran.
b.
Berikan seluruh
komunitas sekolah suara dalam keputusan-keputusan penting.
c.
Fokus
akuntabilitas pengambilan keputusan.
d.
Mengarah
pada kreativitas yang lebih besar dalam perancangan program sumber daya untuk
mendukung tujuan yang dikembangkan disetiap sekolah.
e.
Mengakibatkan
penganggaran realistis sebagai orangtua dan guru menjadi lebih sadar akan
status keuangan sekolah, batasan pembelanjaan, dan biaya dari program.
f.
Meningkatkan
semangat guru dan memelihara kepemimpinan baru di semua tingkatan.
g.
Memberdayakan
sumber daya manusianya seoptimal mungkin.
h.
Memfasilitasi
warga sekolahnya untuk belajar terus dan belajar kembali.
i.
Mendorong
kemandirian (otonomi) setiap warganya.
j.
Memberikan
tanggungjawab kepada warganya.
k.
Mendorong
setiap warganya untuk "mempertanggungjawabkan" (accountability)
terhadap hasil kerjanya.
l.
Mendorong
adanya teamwork yang kompak dan cerdas dan shared value bagi setiap warganya.
m.
Merespon
dengan cepat terhadap pasar (pelanggan).
n.
Mengajak
warganya untuk menjadikan sekolahnya customer focused.
o.
Mengajak warganya
untuk nikmat/siap berhadap perubahan.
p.
menganalisis
sekolahnya.
q.
Mengajak
warganya untuk komitmen terhadap "keunggulan kualitas".
r.
Mengajak
warganya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.
s.
Melibatkan
warganya secara total dalam penyelenggaraan sekolah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
adalah sebagai proses manajemen
sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, yang mana secara
otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri
oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dengan melibatkan semua
stakeholder sekolah.
2. Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan
sasaran yang dituju. Efektivitas MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan
semua tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta
memanfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar untuk mewujudkan
tujuan sekolah.
3. Efisiensi merupakan aspek penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya
dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh
terhadap kegiatan manajemen. Efisiensi juga merupakan perbandingan antara input
dan output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya serta
kesenangan yang dihasilkan.
4. Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan
dengan
keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisiaen.
0 komentar:
Posting Komentar