Personal

Minggu, 19 Mei 2013

EFEKTIVITAS, EFISIENSI, PRODUKTIVITAS MBS


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Tatanan kehidupan masyarakat yang tidak beraturan merupakan dampak atau akibat dari lemahnya sistem perekonomian yang menjadikan krisis yang berkepanjangan. Krisis itu terjadi dalam berbagai bidang karena rendahnya kualitas masyarakatnya, dan kemampuan masyarakatnya. Peningkatan kualitas dalam masyarakat merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan.
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) merupakan wujud perubahan sistem (reformasi) pendidikan. Istilah reformasi sendiri dipersamakan dengan revolusi dalam hal perubahan secara besar-besaran. Hal ini merupakan perombakan dan sistem pembangunan pendidikan yang lebih didominasi oleh pemerintah. Dimana pembangunan pendidikan oleh pemerintah memang harus dirombak karena terbukti
kurang efektif, efisien dan produktif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa beberapa karakteristik reformasi dalam bidang tertentu, yaitu dayanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa lalu, keinginan untuk memperbaikinya.
Sehubungan dengan hal itu, keberhasilan implementasi MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dalam desentralisasi pendidikan sedikitnya dilihat dari 3 dimensi yaitu efektivitas, efisiensi, dan produktivitas. Ketiga dimensi tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi.
Efektivitas, efisiensi, dan produktivitas MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) harus sejak awal ditetapkan agar dapat diketahui dampaknya sejak awal terhadap pencapaian pendidikan.  Dengan demikian, sejak awal dapat diketahui kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan sementara kelebihan dan kekuatannya dapat dipertahankan.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disajikan rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1.    Bagaimana pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara umum?
2.    Apa  saja ruang lingkup efektivitas, efisiensi, produktivitas Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
3.    Sejauh mana penerapan efektivitas, efisiensi dan produktivitasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
4.    Apa saja kekurangan dan kelebihan penerapan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) di realita lapangan (sekolah)?

C.  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulisan makalah ini yaitu:
1.    Untuk mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara umum.
2.    Untuk mengetahui ruang lingkup efektivitas, efisiensi, produktivitas Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
3.    Untuk mengetahui penerapan efektivitas, efisiensi dan produktivitasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
4.    Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan penerapan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) di realita lapangan (sekolah).
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

1.    Pengertian MBS
Secara  konseptual manajemen berbasis sekolah dapat didefinisikan sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, yang mana secara otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah. Sesuai dengan konsep tersebut, manajemen berbasis sekolah itu pada hakekatnya merupakan pemberian otonomi kepada sekolah untuk secara aktif serta mandiri mengembangkan dan melakukan berbagai program peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri.

2.    Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Bentuk Reformasi Pendidikan
Menimbang UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1 Januari 2001 dan diamandemen UU No. 32 Tahun 2004, wacana desentralisasi pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang yang didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan, yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisisensi, dan manajemen dapat terpecahkkan. Berbagai studi tentang desentralisasi pendidikan menunjukkan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsur ketidakpastian, dan berada pada lingkungan yang cepat berubah tidak bisa dikelola secara sentralistik. Perlunya desentralisasi pendidikan salah satunya karena pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbilkan banyak masalah. Oleh karena itu sekolah yang mempunyai karakteristik seperti itu harus disentralisasikan, dan salah satu model desentralisasi pendidikan adalah MBS.

B.  Efektivitas, Efisiensi, dan Produktivitas MBS

1.    Efektivitas MBS
Menurut Mulyasa (2008:82) menyatakan efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Efektivitas MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan semua tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar utnuk mewujudkan tujuan sekolah. Efektivitas MBS ini dapat dilihat berdasarkan teori sistem dan dimensi waktu.
Berdasarkan teori sistem, kriteria efektivitas harus mencerminkan keseluruhan siklus input-output yaitu harus mencerminkan hubungan timbal balik antara manajemen berbasis sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan yang berdasarkan dimensi waktu, efektivitas MBS dapat diamati dalam beberapa jangkauan yaitu: 1) efisiensi jangka pendek yang berfungsi untuk menunjukkan hasil kegiatan dalam kurun waktu sekitar satu tahun dengan kriteria kepuasan, efisisensi, dan produksi; 2) efisiensi jangka menengah dalam waktu sekitar lima tahun, dengan kriteria perkembangan serta kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan perusahaan; dan             3) efisiensi jangka panjang adalah untuk menilai waktu yang akan datang di atas lima tahun digunakan kriteria kemampuan untuk melangsungakan hidup dan kemampuan membuat perencanaan strategis bagi kegiatan di masa depan.
Thomas melihat efektivitas pendidikan dalam kaitannya dengan produktivitas, berdasarkan dengan tiga dimensi berikut:
a.    The administrator production function: meninjau produktivitas sekolah dari segi keluaran administratif misal layanan yang dapat diberikan dalam proses pendidikan.
b.    The psychologist’s production function: berupa keluaran, perubahan perilaku peserta didik berdasarkan nilai akademik.
c.    The ecinomic’s production function: produktivitas sekolah ditinjau dari segi keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan sekolah.
Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan pendidikan antara lain dengan, 1) validitas intern yaitu serangkaian tes dan penilaian yang dirancang untuk mengukur secara pasti ketercapaian sasaran suatu program pendidikan; dan 2) validitas eksternal yaitu serangkaian tes dan penilaian yang dirancang untuk mengukur secara pasti perilaku suatu program pendidikan secara intern telah valid.
Adapun indikator-indikator keefektivitasan dalam setiap tahapannya antara lain:
a.    Indikator input: karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan, dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
b.    Indikator process: administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.
c.    Indikator output: hasil perolehan peserta didik dan dinamika sistem sekolah, prestasi belajar siswa, dan hasil perilaku/sikap siswa, dll
d.   Indikator outcome: jumlah lulusan ke tingkat berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan, serta pendapatan.
Efektivitas juga dapat dilihat dari efektivitas kepala sekolah melaksanakan tugasnya, Sergiovanni mengidentifikasikannya ke dalam beberapa poin, yaitu: 
  • produktivitas; 
  • Efisiensi, 
  • Kualitas;  
  • Pertumbuhan;
  •  Ketidakhadiran; 
  • Perpindahan; 
  • Kepuasan kerja guru; 
  • Kepuasan peserta didik; 
  • Motivasi; 
  • Semangat; 
  • Kepaduan;Keluwesan dan adaptasi; 
  • Perencanaan dan perumusan tujuan;
  •  Konsesus tujuan; 
  • Internalisasi tujuan organisasi;
  • Keahlian manajemen dan kepemimpinan;
  • Manajemen informasi dan komunikasi; 
  • kesiagaan; 
  • Pemanfaatan lingkungan; 
  • Penilaian oleh pihak luar; 
  •  stabilitas; 
  • Penyebaran pengaruh; 
  • Latihan dan pengembangan.
Di samping itu, efektivitas organisasi termasuk organisasi layanan masyarakat, seperti lembaga pendidikan, dapat dilihat dari beberapa indikator berikut:
  • Efektivitas keseluruhan;
  • Kualitas;
  • Produktivitas;
  • Kesiagaan; 
  • Efisiensi;
  • Laba atau penghasilan;
  • Pertumbuhan; 
  • Pendayagunaan lingkungan; 
  • Stabilitas; 
  • Perputaran atau keluar masuknya pekerja; 
  • Semangat kerja;
  • Motivasi; 
  • Kepuasan; 
  • Penerimaan tujuan organisasi;
  • Keluwesan dan adaptasi;
  • Penilaian oleh pihak luar.
Dengan demikian jika dihubungkan dengan efektivitas MBS, barometer efektivitas dapat dilihat dari kualitas program, ketepatan penyusunan, kepuasan, keluwesan, dan adaptasi, semangat kerja, motivasi, ketercapaian tujuan, ketepatan waktu, serta ketepatan pendayagunaan sarana, prasarana, dan sumber belajar dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

2.    Efisiensi MBS
Di samping perlu dilihat dari segi efektivitasnya, pemberlakuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) juga harus dianalisis dari segi efisiensi. Efisiensi merupakan aspek penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan manajemen. Jika Efektivitas dilihat dari perbandingan antara rencana dengan tujuan yang dicapai maka efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya dengan output. Suatu kegiatan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber dana yang minimal. Efisiensi juga merupakan perbandingan antara input dan output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya serta kesenangan yang dihasilkan.
Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output pendidikan (pencapaian belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memproses/menghasilkan output pendidikan. Efisiensi internal biasanya diukur dengan biaya-efektivitas. Setiap penilaian biaya efektivitas selalu memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan (input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka putus sekolah). Sedang efisiensi eksternal adalah hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual, sosial, ekonomik, dan non-ekonomik) yang didapat setelah pada kurun waktu yang panjang diluar sekolah. Analisis biaya manfaat merupakan alat utama untuk mengukur efisiensi eksternal.
Efisiensi memiliki kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas secara optimal sehingga memberikan dampak yang optimal pula. Dikatakan suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien mampu menyediakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan (effectiveness) tidak mengalami hambatan. Dengan demikian, sistem atau program pendidikan yang efisien ialah yang mampu mendistribusikan sumber-sumber pendidikan secara adil dan merata agar setiap peserta didik memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber pendidikan tersebut dan mencapai hasil maksimal.

3.    Produktivitas MBS
Konsep produktivitas pada awalnya dikemukakan oleh Quesney, seorang ekonom Perancis pada tahun 1776. Oleh karena itu produktivitas senantiasa dikaitkan dengan kegiatan ekonomi, yakni mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya atau dana yang sekecil-kecilnya.
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengn keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolahpun menjadi semakin berkembang karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Secara sederhana produktivitas pendidikan  dapat diukur dengan melihat indeks pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book, dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang di didik. Namun, cara ini merupakan cara pengukuran yang sangat kasar terhadap produk riil kependidikan, bahkan dalam pemikiran sekarang hal ini tidak berarti sama sekali. Cara ini tidak menceritakan kualitas lulusan program pendiddikan.
Thomas mengemukakan bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau dari tiga dimensi, yaitu :
a.    Meninjau produktivitas dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu proses pendidikan.
b.    Meninjau produktivitas dari segi keluaran perubahan perilaku, yaitu dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran dari prestasi akademik yang telah dicapainya dalam periode tertentu.
c.    Melihat produktivitas sekolah dari keluaran ekonomois yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah, hal ini mencakup “harga” layanan yang diberikan (pengorbanan atau cost) dan “perolehan” yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik”.
Dalam mengukur produktivitas pendidikan, termasuk produktivitas MBS sebagai paradigma baru manejemen pendidikan, dapat digunakan metode dan tehnik yang berbeda. Sehubungan dengan itu, dalam hal ini dikemukakan kajian yang berkaitan dengan tenaga kerja kependididkan, guru, dan gaji guru, ahli ekonomi dan sekolah, serta pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, yang diakhiri dengan analisis produktivitas sekolah.
a.    Tenaga Kerja Kependidikan
Kebutuhan-kebutuhan akan tenaga kerja dalam konteks ekonomi pendidikan  membutuhkan pengetahuan mengenai kualifikasi kependidikan dan ketrampilan tenaga kerja yang sudah ada.  Seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi, adaptabilitas tenaga kerja yang sudah ada menjadi suatu hal yang dipertimbangkan. Tingkat pendidikan umum yang tinggi merupakan suatu prasyarat utama (since qua non) bagi banyak perubahan yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan. Akhirnya, pandangan dalam konteks ini hendaknya dilakukan dengan menggunakan pedoman ekonomi umum yang membutuhkan perencanaan pertumbuhan ekonomi-panjang.
b.    Guru dan Gaji Guru
Kemampuan merupakan sumber yang paling langka digunakan dalam menentukan aspek  kuantitas pendidikan. Menurut banyak pengamat ekonomi pendidikan, biaya paling besar dalam pendidikan adalah yang berkenaan dengan waktu dan tenaga peserta didik.
Masalah urgen yang perlu dianalisis dalam hal ini adalah sistem gaji guru.  Studi tentang sistem gaji guru dibatasi tidak hanya pada pendapatan guru, tetapi juga menyangkut bayaran pensiun, bayaran untuk berlibur, dan lain-lain. Dalam batas-batas absolut dapat dikatakan bahwa sistem penggajian guru sudah lebih baik dari sebelumnya karena lebih banyak aspek yang tengah dipertimbangkan.
Jika dikaji dari segi, mengajar adalah sebuah profesi maka distribusi sistem penggajian guru adalah sempit, dan bahkan ada yang menganggap bahwa sistem penggajian guru mengalami kemunduran.
Sistem gaji guru hendaknya dipandang dengan menggunakan kacamata konvensi-konvensi sosial, periode lamanya harus dijadikan pertimbangan dalam menentukan gajinya. Sistem penggajian guru seharusnya tidak dilakukan secara kaku tetapi dilakukan dengan fleksibel.
c.    Ahli Ekonomi dan Sekolah
Pesatnya perubahan yang terjadi dalam masyaratkat mengakibatkan para ahli ekonomi cenderung berpikir untuk jangka panjang. Mereka tidak menggunakan pandangan yang statis, tetapi juga melihat jauh ke depan dan lebih realistis. Sehubungan dengan hal tersebut perlu di analisis tentang “bahan mentah” untuk menyelenggarakan pendidikan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mempertimbangkan kurikulum dalam berbagai jenjang pendidikan dan dikaitkan dengan pemikiran tentang struktur pendidikan.
Sehubungan dengan hal tesebut, Pool of Ability sebenarnya sudah dipandang sebagai suatu konsep penting dalam upaya pembaharuan pendidikan. Lebih jauh lagi Pool of Ability perlu dikaji sebagai cara lain menimbang kemampuan manusia. Hasilnya tentu saja dipengaruhi oleh pengajaran yang baik atau buruk, lingkungan pengajaran, faktor-faktor temperamental, dan kecocokan emosional. Dengan demikian hasil pengukuran tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan potensi pendidikan. Suatu sistem pendididkan harus dinilai kembali secara kontinyu, dengan tujuan melihat
relevansidan efisiensi pengajaran yang diselenggarakan di sekolah.
d.   Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi 
Pemikiran tentang ekonomi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kedudukan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi. Pendidikan diharapkan dapat memainkan peranan penting dan secara langsung diharapkan dapat membantu perekonomian negara. Di negara-negara miskin, masalah pendidikan itu berentang mulai dari masyarakat yang tingkat peradapannya kompleks dan kuno hingga masyarakat primitif. Di negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah dan tingkat konservatismenya tinggi, upaya menemukan alat untuk meningkatkan peradapan terhambat. 
Rencana pendidikan seharusnya dipandang sebagai bagian dari program ekonomi umum untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Ada dua alasan untuk hal tersebut, pertama karena pendidikan harus membenarkan klaim pada sumber-sumber nasional dalam kompetisinya dengan layanan-layanan sosial, seperti layanan kesehatan masyarakat dan investasi dalam modal fisik. Kedua, pengalaman telah menunjukkan bahwa pertumbuhan yang berimbang memerlukan suatu integrasi seluruh aspek kehidupan ekonomi dan sosial. Untuk itu pendidikan pada umumnya dipandang memiliki tiga peranan yang utama, (1) menyediakan tenaga kerja dan teknisi terampil,      (2) menghasilakan suatu iklim  pertumbuhan melalui peningkatan kemampuan berpikir  masyarakat luar kebutuhan dan kesulitan mereka sehari-hari, (3) untuk mengajarkan kemampuan pendidikan dasar kepada anak-anak yang berasal dari keluarga petani pedesaan. 
Pendidikan merupakan suatu senjata yang sangat potensial baik untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun untuk kemajuan masyarakat pada umumnya. Karena itu, tujuan-tujuan pendidikan harus dirancang dengan cermat, namun tetap berkaitan secara erat dengan bagian-bagian lain dari program pembangunan masyarakat, agar penyelenggaraan pendidikan bisa lebih murah secara financial demikian pula dengan sumber-sumbernya. 
Jika  faktor produktivitas diatas dihubungkan dengan MBS, dapat dikemukakan bahwa karakteristik umum sekolah yang produktif dapat dilihat dari bentuk dan sifat organisasi sekolah tersebut. Hal tersebut antara lain berupa peningkatan jumlah dan kualitas  kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Untuk mendorong sekolah yang produktif perlu diperhatikan berbagai faktor yang memiliki pengaruh terhadap tinggi rendahnya produktivitas, seperti moral, etika kerja, motivasi, jaminan sosial, sikap, disiplin, kesehatan, kesempatan berprestasi, lingkungan dan suasana kerja teknologi, kebijakan pemerintah dan besarnya pendapatan, serta sarana produksi. Faktor-faktor tersebut harus senantiasa diperhatikan dalam MBS untuk menghasilkan sekolah yang produktif, efektif, dan efisien.

C.  Penerapan efektivitas, efisiensi dan produktivitasi MBS
Penerapan MBS dalam sistem yang pemerintahan yang masih cenderung terpusat tentulah akan banyak pengaruhnya. Perlu diingatkan bahwa penerapan MBS akan sangat sulit jika para pejabat pusat dan daerah masih bertahan untuk menggenggam sendiri kewenangan yang seharusnya didelegasikan ke sekolah. Bagi para pejabat yang haus kekuasaan seperti itu, MBS adalah ancaman besar.
Dengan maraknya perintisan sekolah-sekolah unggulan dan terpadu merupakan salah satu bentuk aktualisasi penerapan MBS. Terlebih sekolah unggulan dan terpadu ini menampilkan sajian kurikulum yang menarik, efektif, efisien, dan sangat produktif dalam menunjang proses belajar bagi peserta didik. Dengan penerapan fullday schooling, para siswa diberikan fasilitas yang lebih dari biasanya diberikan di sekolah-sekolah negeri/konfensional. Dengan demikian perkembangan sekolah-sekolah Islam terpadu/unggulan dapat menjadi salah satu contoh sekolah yang telah menggunakan manajemen berbasis sekolah yang baik sesuai dengan kurikulum sendiri yang dipadupadankan dengan kurikulum Nasional. 

D.  Kekurangan dan Kelebihan Penerapan MBS di Sekolah
Ada beberapa kekurangan dan kelebihan dalam MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) disekolah diantaranya yaitu:
1.    Kekurangan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di Sekolah
Beberapa kekurangan/hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut:
a.    Tidak Berminat Untuk Terlibat.
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
b.    Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain diluar itu.
c.    Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
d.   Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
e.    Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
f.     Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
2.    Kelebihan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di Sekolah
Menurut American Association of School Administrators (AASA), Asosiasi Nasional Kepala Sekolah Dasar (NAESP), National Association of Secondary School Principals (NASSP), dan sumber-sumber lain, manajemen berbasis sekolah dapat:
a.    Memungkinkan individu-individu yang kompeten di sekolah untuk membuat keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b.    Berikan seluruh komunitas sekolah suara dalam keputusan-keputusan penting.
c.    Fokus akuntabilitas pengambilan keputusan.
d.   Mengarah pada kreativitas yang lebih besar dalam perancangan program sumber daya untuk mendukung tujuan yang dikembangkan disetiap sekolah.
e.    Mengakibatkan penganggaran realistis sebagai orangtua dan guru menjadi lebih sadar akan status keuangan sekolah, batasan pembelanjaan, dan biaya dari program.
f.     Meningkatkan semangat guru dan memelihara kepemimpinan baru di semua tingkatan.
g.    Memberdayakan sumber daya manusianya seoptimal mungkin.
h.    Memfasilitasi warga sekolahnya untuk belajar terus dan belajar kembali.
i.      Mendorong kemandirian (otonomi) setiap warganya.
j.      Memberikan tanggungjawab kepada warganya.
k.    Mendorong setiap warganya untuk "mempertanggungjawabkan" (accountability) terhadap hasil kerjanya.
l.      Mendorong adanya teamwork yang kompak dan cerdas dan shared value bagi setiap warganya.
m.  Merespon dengan cepat terhadap pasar (pelanggan).
n.    Mengajak warganya untuk menjadikan sekolahnya customer focused.
o.    Mengajak warganya untuk nikmat/siap berhadap perubahan.
p.    menganalisis sekolahnya.
q.    Mengajak warganya untuk komitmen terhadap "keunggulan kualitas".
r.     Mengajak warganya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.
s.     Melibatkan warganya secara total dalam penyelenggaraan sekolah.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.    Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah sebagai proses manajemen sekolah yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan, yang mana secara otonomi direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah.
2.    Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan semua tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar untuk mewujudkan tujuan sekolah.
3.    Efisiensi merupakan aspek penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan manajemen. Efisiensi juga merupakan perbandingan antara input dan output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya serta kesenangan yang dihasilkan.
4.    Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisiaen.

0 komentar: