Personal

Minggu, 19 Mei 2013

MASA KEMUNDURAN DAN MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam secara khusus tidak dapat disamakan dengan makna pendidikan secara umum. Pendidikan Islam dikenal dan diyakini oleh penganut agama Islam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bersumber dari pokok ajaran Islam (al-Quran) dan al-Hadits sebagai penjelasnya. Pendidikan Islam yang mulai dirintis sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW mengalami pasang dan surut seiring dengan perjalanan panjangnya melintasi ruang dan waktu hingga masa sekarang.
Hal tersebut bergantung pada bagaimana pelaku sejarah pada masanya itu melaksanakan proses pendidikan. Puncak kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal di berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat dalam penghayatan dan pengamalannya terhadap ajaran Islam.
Dengan demikian, dalam sebuah lembaga pendidikan pasti terjadi pertumbuhan dan perkembangan, dan ini sama halnya dengan pendidikan Islam. Dalam pendidikan Islam ada beberapa masa yaitu masa perintisan, masa kejayaan, masa kemunduran, dan ada pula masa pembaharuan. Pada masing-masing periode berpengaruh dalam perkembangan pendidikan Islam. Agar lebih jelasnya akan disampaikan dalam pembahasan selanjutnya.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana  pendidikan Islam pada masa kemunduran?
2.    Bagaimana pendidikan Islam pada masa pembaharuan?
C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pendidikan Islam pada masa kemunduran.
2.    Untuk mengetahui pendidikan Islam pada masa pembaharuan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Masa Kemunduran Pendidikan Islam
Sepanjang sejarah sejak awal dalam pemikiran terlibat dua pola yang saling berlomba mengembangkan diri dan mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan umat Islam. Kedua pola tersebut adalah: Pola pemikiran tradisional dan Pola pemikiran rasional. Pada pola pemikiran tradisional ini selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola pendidikan sufi yang sangat memperhatikan aspek-aspek batiniyah dan akhlak atau budi pekerti manusia. Sedangkan pada pola pemikiran rasional, mementingkan akal pikiran yang menimbulkan pola pendidikan empiris rasional yang sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasan material.
Pada masa jayanya pendidikan Islam, kedua pola pendidikan tersebut menghiasi dunia Islam, sebagai dua pola yang berpadu dan saling melengkapi. Akan tetapi ketika pola pemikiran rasional diambil alih oleh Eropa dan dunia Islam pun meninggalkan pola berfikir tersebut. Sehingga tinggal pemikiran sufistis yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan batin yang akhirnya mengabaikan dunia material. Dari aspek inilah dikatakan bahwa pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran.
Setelah kita mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kemungkinan dan tantangan. Kemunduran suatu peradaban tidak bisa dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah organisme yang sistematik, maka jatuh bangunnya suatu peradaban juga bersifat sistematik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya, yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal berkaitan erat sekali.
Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hasan, faktor-faktor tersebut adalah:
1.    Faktor ekologi dan alami, yaitu kondisi tanah dimana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi gersang. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syiria dan Iraq. Karena faktor ini penduduk tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu dan kepada pendidikan.
2.    Perang salib yang terjadi dari 1096-1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. ”Perang Salib” menurut Bernand Lewis,” pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.
3.    Hilangnya perdagangan islam internasional dan munculnya kekuatan barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Disaat itu kekuatan umat Islam baik di laut maupun di Barat dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos perdagangan itu dengan mudah dikuasai mereka.
Meskipun barat muncul sebagai kekuatan baru, umat muslim bukanlah peradaban yang seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban Islam terus dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman barat. Akan tetapi kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras, dan bangsa dapat dilemahkan yaitu dengan cara adu domba dan teknik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.
Menurut Ibnu Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal dari pada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral.
M. M. Sharif dalam bukunya Muslim Thougt, mengungkapkan gejala kemunduran pendidikan dan kebudayaan Islam tersebut sebagai berikut : “...... kita saksikan bahwa pikiran islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang terletak diantara abad ke VII dan abad ke XIII M. Selanjutkan diungkapkan juga bahwa sebab-sebab pikiran Islam menurun dan melemah antara lain sebagai berikut:
1.    Telah berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sufistis) Al-Ghazali di Timur dan berkelebihannya pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat Islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke dunia Islam barat. Sehingga             Al-Ghazali dengan filsafat islamnya menuju kerohanian hingga menghilang ke dalam maga tasawuf mendapat sukses di timur, dan Ibnu Rusd dengan filsafatnya yang bertentangan dengan Al-Ghazali dengan menuju ke jurang materialisme mendapat sukses di Barat.
2.    Umat Islam, terutama pada pemerintahannya (khalifah, sultan, amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang mana pada mulanya mereka memberi kesempatan untuk berkembang dan memperhatikan ilmu pengetahuan dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada para ahli ilmu pengetahuan. Namun pada masa ini mereka lebih mementingkan pemerintahan, begitu juga dengan para ahli ilmunya yang telibat dalam urusan-urusan pemerintahan.
3.    Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam.
B.  Dampak dari Faktor-Faktor Kemunduran Pendidikan Islam
Dari beberapa faktor yang telah dipaparkan diatas yang pasti ada dampak yang terjadi baik terhadap umat Islam itu sendiri dan terutama pada pendidikan yang mana dengan semakin ditinggalkanya pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangan kebudayaan Islam, karena daya intelektual generasi penerus sudah tidak mampu lagi untuk mengadakan kreasi-kreasi baru, bahkan telah menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan baru.
Dalam bidang fiqh, yang terjadi adalah berkembangnya taqlid buta dikalangan umat. Apa yang sudah ada dalam kitab-kitab fiqh lama dianggapnya sebagai sesuatu yang sudah baku, mantap, benar, dan harus diikuti serta dilaksanakan sebagaimana adanya. Dengan sikap hidup yang fatalistis tersebut, kehidupan mereka sangat statis.
Ketika umat Islam mengalami kehancuran dan kemunduran dalam pendidikan terutama dalam bidang intelektual, maka pada waktu itu kehidupan sufi berkembang dengan pesat. Karena keadaan frustasi yang merata dikalangan umat sehingga menyebabkan orang kembali kepada Tuhan (bersatu dengan Tuhan) sebagaimana diajarkan oleh para ahli sufi.
Kemunduran dan kemerosotan mutu pendidikan dan pengajaran juga nampak jelas pada sangat sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran serta menyempitnya bidang-bidang ilmu pengetahuan umum di madrasah-madrasah. Sehingga kurikulum pada umumnya madrasah-madrasah terbatas hanya pada ilmu-ilmu keagamaan murni seperti : Tafsir, Al-Qur’an, hadits, fiqh (termasuk ushul fiqh) dan ilmu kalam atau teologi bahkan dalam ilmu kalam pun masih ada madrasah-madrasah yang mencurigai. Dengan materi yang sangat sederhana ternyata total buku yang harus dipelajari pun sangat sedikit. Begitupun dengan sistem pengajaran pada masa itu yang sangat beroritentasi pada buku pelajaran sehingga sering terjadi pelajaran hanya memberikan komentar-komentar atau syarah terhadap buku-buku pelajaran yang dijadikan pegangan oleh guru tanpa ada pasokan pendapat sendiri dari guru tersebut.
Oleh karena itu perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini dapat dikatakan macet total. Keadaan yang demikian berlangsung selama masa kemunduran kebudayaan dan pendidikan Islam, sampai abad ke 12 H/18 M.
C.  Masa Pembaharuan Pendidikan Islam
Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam diterima oleh bangsa Eropa dan umat Islam sudah tidak memperhatikannya lagi maka secara berangsur-angsur telah membangkitkan kekuatan di Eropa dan menimbulkan kelemahan di kalangan umat Islam. Secara berangsur-angsur tetapi pasti, kekuasaan umat Islam ditundukkan oleh kekuasaan bangsa Eropa.
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dari bangsa-bangsa Eropa dalam berbagai bidang kehidupan ini, telah timbul mulai abad ke 11 H/17 M dengan kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Usamani dalam peperangan dengan negara-negara Eropa. Kekalahan-kekalahan tersebut mendorong raja-raja dan pemuka-pemuka kerajaan untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Mereka mulai memperhatikan kemajuan kebudayaan Eropa, terutama Perancis yang merupakan pusat kemajuan kebudayan Eropa pada masa itu dan mengirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama di bidang militer dan kemajuan Ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan modern dari Barat, untuk pertama kali dalam dunia Islam dibuka suatu percetakan di Istambul pada tahun 1727 M. Guna mencetak berbagai macam buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan dari buku-buku ilmu pengetahuan barat, Al-Qu’ran dan ilmu-ilmu pengetahuan agama lainnya.
Penduduk Mesir oleh Napoleon Bonaparte tahun 1798 M, adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut bukan hanya menunjukkan akan kelemahan umat Islam, tetapi juga sekaligus menunjukkan kebodohan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut disamping membawa pasukan tentara yang kuat, juga membawa pasukan ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah, untuk mengadakan penelitian di Mesir. Inilah yang memuka mata kaum muslimin akan kelemahan dan keterbelakangannya, sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan mereka, termasuk usaha-usaha di bidang pendidikan.
1.    Pola-Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dalam diri kaum muslimin pada masa itu terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan Pendidikan Islam yaitu :
a.    Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat.
Pada dasarnya mereka berpendapat bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Oleh karena itu, mereka bertekad untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.
Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat ini, mulanya timbul di Turki Usmani pada akhir abad ke 11 H / 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu, yang merupakan benih bagi timbulnya usaha sekularisasi Turki yag berkembang kemudian dan membentuk Turki Modern. Sultan Mahmud II (yang memerintah di Turki Usmani 1807-1839), adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II diantaranya:
·      Mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum kedalamnya yang semula hanya mengajarkan pengetahuan agama.
·      Mengeluarkan perintah supaya anak sampai umur dewasa jangan dihalangi masuk madrasah.
·      Mendirikan sekolah militer, sekolah teknik, sekolah kedokteran dan sekolah pembedahan.
·      Mengirim siswa-siswi ke Eropa, untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi langsung dari sumber pengembangan.
Pola pembaharuan pendidikan yang berorientasi ke barat ini, juga nampak dalam usaha Muhammad Ali Pasya di Mesir yang berkuasa pada tahun (1805-1848) yaitu dengan mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan sekolah yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran Barat, mendatangkan guru-guru dari Barat (terutama dari Perancis), mengirimkan pelajar ke Barat untuk belajar, menterjemahkan buku-buku Barat ke dalam bahasa Arab.
b.    Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber Islam yang murni.
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Menurut analisis mereka, diantara sebab-sebab kelemahan umat Islam adalah karena mereka tidak lagi melaksanakan ajaran agma Islam secara semestinya. Ajaran-ajaran Islam yang menjadi sumber kemajuan dan kekuatannya ditinggalkan, dan menerima ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak murni lagi.
Pola pembaharuan ini telah dirintis oleh Muhammad bin Abd               al-Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh (akhir abad 19 M).
c.    Usaha pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme.
Rasa nasionalisme timbul bersama dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat mengalami kemajuan rasa Nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa-bangsa Timur dan bangsa terjajah lainya untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing.
Disamping itu, adanya keyakinan di kalangan pemikir-pemikir pembaharuan di kalangan umat Islam, bahwa pada hakikatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat. Oleh karena itu, ide pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme ini pun bersesuaian dengan ajaran Islam.

2.    Dualisme Sistem Pendidikan Islam
Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah, yang pada mulanya adalah dalam rangka memenuhi tenaga-tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan mengguanakan kurikulum dan mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem dan pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam.
Pada umumnya usaha pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem telah diadakan, dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern. Dengan demikian diharapkan sistem pendidikan tradisional akan berkembang secara berangsur-angsur mengarah ke sistem pendidikan modern. Dan inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh para pemikir pembaharuan pendidikan Islam, yang berorientasi pada ajaran Islam yang murni.
D.  Analisis Fakta Sejarah
Pemikiran pembaharuan Islam terjadi sekitar pada abad ke 17 M. Pemikiran pembaharuan di dalam tubuh Islam sendiri didasari atas kesadaran kaum muslimin akan ketertinggalan mereka dalam berbagai bidang terutama dalam bidang pendidikan dibandingkan dengan orang-orang Barat.
Para pemikir Islam salah satunya adalah Sultan Mahmud II berusaha untuk mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum kedalamnya yang semula hanya mengajarkan pengetahuan agama. Yang inspirasinya seolah-olah mengadopsi pemikiran-pemikiran dari Barat, akan tetapi sebenarnya merupakan ajaran Islam yang murni yang menghendaki keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Adapun pemikir-pemikir muslim yang lain mengemukakan tema pembaharuan dengan opini/ide dasar yaitu :
a.    Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur aslinya, dengan bersumberkan Al-Qur’an dan Al-Hadist, dan membuang segala bid’ah, khurafat, tahayul dan mistik.
b.    Menyatakan dan membuka kembali pintu ijtihad.
Menurut golongan berfikir usaha pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan semata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya menimbulkan timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri dikalangan pemeluk Islam.
Sebagai akibat dari pembaharuan dan kebangkitan kembali pendidikan Islam ini, terdapat kecendrungan dualisme sistem pendidikan Islam di kebanyakan negara muslim, yaitu perpaduan antara sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa:
1.    Kemunduran pendidikan Islam di mulai dengan runtuhnya daulah Bani Abbasiyah yang disebabkan oleh berlebihannya sufisme, sedikitnya kurikulum Islam, tertutupnya pintu ijtihad, adanya pemberontakan serta serangan dari luar yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam.
2.    Pendidikan Islam mengalami fase kebangkitan kembali yang dinamakan fase pembaharuan. Pada fase ini pendidikan Islam mulai naik dengan beberapa tokoh yang menjadi pelopor. Kebangkitan kembali umat Islam khususnya bidang pendidikan adalah dalam rangka untuk pemurnian kembali ajaran-ajaran Islam dengan pelopor di berbagai daerah seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Pembaharuan di Turki, dan Muhammad Iqbal di India.
3.    Terjadinya tiga pola pembaharuan pemikiran pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut yaitu :
a.    Pola pembaharuan yang berorientasi pada pola pendidikan Barat.
b.    Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni.
c.    Usaha yang berorientasi pada Nasionalisme.

0 komentar: